MAKALAH (ESSAY) PRIBADI
IWAN DELANO MARCEL SIWY, SH
Nomor pendaftaran : 207/KPK/2011
Momor Kelulusan Seleksi Administrasi : 136
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2011-2015
Terlampir :
1. Makalah Pribadi Juli 2010
2. Paper Tes Kompetensi 25 Juli 2010 di Graha Pengayoman Dep. Hukum dan HAM, Jl. Rasuna Said Jkt.
3. Paper Tes Kompetensi Juni 2007 di Gedung BPPT Jl. MH. Thamrin Jkt.
4. Karya Tulis dalam rangka HUT Pertama Forum 2004 Lemhanas Februari 2005.
A. Tentang diri saya :
IWAN DELANO MARCEL SIWY, SH
Nomor pendaftaran : 207/KPK/2011
Momor Kelulusan Seleksi Administrasi : 136
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2011-2015
Terlampir :
1. Makalah Pribadi Juli 2010
2. Paper Tes Kompetensi 25 Juli 2010 di Graha Pengayoman Dep. Hukum dan HAM, Jl. Rasuna Said Jkt.
3. Paper Tes Kompetensi Juni 2007 di Gedung BPPT Jl. MH. Thamrin Jkt.
4. Karya Tulis dalam rangka HUT Pertama Forum 2004 Lemhanas Februari 2005.
A. Tentang diri saya :
Saya dilahirkan dari keluarga pegawai negeri, orang tua etnis Minahasa yang taat beragama Kristen, ayah saya : Johan Frederik Siwy alm. pensiunan Syahbandar pada Ditjen Perhubungan Laut dan pernah bertugas tahun 1962 s/d tahun 1972 di Irian Barat dan memperoleh Piagam Penghargaan Trikora dari Presiden Soeharto, ikut berjuang sebagai pelaut Indonesia tahun 1946-1947 di Sydney Australia dan ibu : Frederika Margaretha Ticoalu kelahiran Batavia tahun 1926 dan pernah berdomisili di Delanggu Klaten Jawa Tengah.
Pengalaman mengikuti penugasan orang tua sebagai syahbandar berkeliling Indonesia telah membentuk karakter saya denga mendapatkan pengalaman dan contoh konkrit perilaku ayah saya yang sangat "bersih" dari urusan suap menyuap sampai-sampai waktu pensiun tahun 1973 hanya menempati rumah negara di Sunter II Jl. Berdikari No.26 Tanjung Priok dan sampai akhir hayatnya pada tahun 2000 belum selesai mencicilnya dan terpaksa diteruskan oleh ibu saya.
Penugasan ayah saya sebagai Syahbandar di Makassar, Tarakan, Tanjung Uban, Tanjung Priok, Sukarnapura, Biak, Merauke, Nabire, Sorong, Fak-Fak dan Manokwari, telah mebentuk karakter saya agar mengikuti karakter ayah saya yang jujur dan lurus hati dan tidak kemaruk kalau berkuasa. Ayah saya selalu memperhatikan, membantu dan membela pegawai kecil bawahannya sewaktu bertugas 10 tahun lebih di Irian Barat. Sebagai contoh konkrit kelurusan dan kejujuran ayah saya adalah sewaktu Capt Pelaut Marthen Imbiri, yang adalah adik kelas saya di SMA Gabungan Jayapura yang pernah mengusulkan agar tulang belulang ayah saya dipindahkan dari tempatnya sekarang di TPU Menteng Pulo Jakarta ke TPU di Jayapura Papua. Ini sebagai bukti bahwa ayah saya telah sangat berjasa telah menjadi milik Masyarakat Kelautan di Papua.
Setelah lulus SMA Gabungan jurusan Pas-Pal tahun 1969 di Jayapura saya mendaftar dan mulai kuliah bulan Februari tahun 1970 di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia di Jakarta dan tahun 1975 saya mulai menyusun skripsi berjudul : "PEMBAHASAN 10 PUTUSAN PENGADILAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI". Karakter saya menjadi lebih menguat untuk mengikuti sifat perilaku ayah saya untuk jujur dan bersih dari suap menyuap yaitu sewaktu mencari bahan-bahan skripsi dan berkenalan dengan seorang jaksa di Kejaksaan Tinggi Jakarta yaitu pak Antonius Sujata. SH yang ternyata seorang jaksa yang lurus dan bersih dan telah "berani" memperkarakan mantan Presiden Soeharto dan menerima resiko diberhentikan dari jabatannya sebagai Jampidsus oleh Jaksa Agung Andi M. Ghalib.
Sewaktu konperensi LAWASIA di Jakarta tahun 1973 saya mendapatkan kesempatan emas untuk berkenalan dan berinteraksi dengan petinggi-petinggi hukum Republik Indonesia dengan menjadi staf penyelenggara konperensi ibu Cecil S. Moeliono dan juga dengan pak Raffy Rasad. SH hakim tinggi waktu itu (waktu itu saya masih sebagai mahasiswa fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia), saya juga berkesempatan berinteraksi dengan ahli-ahli hukum se Asia Pasifik (Law Association for Asia and Pacific) yang mana kesemuanya menjadi bekal saya berkiprah di dunia hukum. Dengan motivasi agar dapat mengembangkan pengetahuan hukum pidana yang tengah saya pelajari di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, maka bulan Desember tahun 1975 saya mendaftarkan diri di Direktorat Jenderal Imigrasi Jalan Cikini Raya 93 Jakarta dan mengikuti pendidikan Tehnis Keimigrasian Angkatan Pertama dan selanjutnya saya mengikuti pendidikan tehnis maupun non tehnis / penjenjangan selama 30 tahun 7 bulan di Ditjen Imigrasi termasuk antara lain Pendidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Angkatan Pertama tahun 1983 di Seskopol Ciputat dan pendidikan Intelijendi Cilendek Bogor tahun 1996.
Hasil pendidikan saya di SMA Gabungan Jayapura Irian Jaya/Papua, pendidikan akhlak dari ayah saya dan bekal pendidikan selama menjadi Pejabat Imigrasi, pengalaman berinteraksi dengan rekan-rekan dari Kepolisian, Kejaksaan, BIN, BAIS, Depnaker, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, teman-teman dari Lembaga Pemasyarakatan, Perpajakan, dari Direktorat Kesatuan Bangsa Departemen Dalam Negeri, rekan-rekan dari Departemen Luar Negerisewaktu bertugas di 9 tempat penugasan di Nusantara dan satu tempat di Negara tetangga Filipina selama 30 tahun 7 bulan, telah memberikan bukti bahwa karakter saya tetap jujur dan bersih sampai sekarang ini.
Surat-surat Penghargaan dari teman-teman pemerintah kota Davao Filipina dan Surat Akreditasi untuk penempatan sebagai atase Imigrasi di KonsulatJenderal Republik Indonesia di Davao City Filipina dan Satyalancana Karyasatya 20 tahun dan 30 tahun dari dua orang Jenderal TNI AD yang menjadi Presiden Republik Indonesia dapat menjadi referensi loyalitas dan kejujuran serta terutama "Kebersihan" dari urusan suap menyuap. Karakter yang jujur dan bersih dari suap menyuap yang saya peroleh dari ayah saya mengalami ujian berat yaitu pada waktu saya menjadi "Non job / Non jabatan" bulan Agustus 1999 sampai dengan bulan Agustus 2002.
Hal itu terjadi karena saya melaporkan terjadinya korupsi di KJRI Davao kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara di Manado yaitu Bpk. I Putu Sutedja SH. Laporan saya ternyata di Deponir oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jaya waktu itu dan saya dengar bahwa Menteri Kehakiman Prof. DR. Muladi sampai merasa "Kebakaran jenggot" akibat pelaporan saya tersebut.
Orang-orang yang menjadi teladan saya selain ayah kandung saya dan Bpk. Antonius Sujata SH adalah pendeta Gunarto, dosen / pengajar Filsafat Islamologi dari Sekolah Tinggi Theologia "Abdiel" di Ungaran Jawa Tengah yang saya teladani karakternya yaitu kjesederhanaan dan kejujuran dan terutama keberaniannya menegakkan kebenaran. Saya berinteraksi dengan pendeta Gunarto sewaktu penugasan di Semarang tahun 1993-1997, Pdt. Gunarto pernah menjadi Ketua Himpunan Pengusaha Korea SElatan ndi Semarang dan tidak menerima honor apapun selama menjadi ketua.
Bersambung ......
Penugasan ayah saya sebagai Syahbandar di Makassar, Tarakan, Tanjung Uban, Tanjung Priok, Sukarnapura, Biak, Merauke, Nabire, Sorong, Fak-Fak dan Manokwari, telah mebentuk karakter saya agar mengikuti karakter ayah saya yang jujur dan lurus hati dan tidak kemaruk kalau berkuasa. Ayah saya selalu memperhatikan, membantu dan membela pegawai kecil bawahannya sewaktu bertugas 10 tahun lebih di Irian Barat. Sebagai contoh konkrit kelurusan dan kejujuran ayah saya adalah sewaktu Capt Pelaut Marthen Imbiri, yang adalah adik kelas saya di SMA Gabungan Jayapura yang pernah mengusulkan agar tulang belulang ayah saya dipindahkan dari tempatnya sekarang di TPU Menteng Pulo Jakarta ke TPU di Jayapura Papua. Ini sebagai bukti bahwa ayah saya telah sangat berjasa telah menjadi milik Masyarakat Kelautan di Papua.
Setelah lulus SMA Gabungan jurusan Pas-Pal tahun 1969 di Jayapura saya mendaftar dan mulai kuliah bulan Februari tahun 1970 di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia di Jakarta dan tahun 1975 saya mulai menyusun skripsi berjudul : "PEMBAHASAN 10 PUTUSAN PENGADILAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI". Karakter saya menjadi lebih menguat untuk mengikuti sifat perilaku ayah saya untuk jujur dan bersih dari suap menyuap yaitu sewaktu mencari bahan-bahan skripsi dan berkenalan dengan seorang jaksa di Kejaksaan Tinggi Jakarta yaitu pak Antonius Sujata. SH yang ternyata seorang jaksa yang lurus dan bersih dan telah "berani" memperkarakan mantan Presiden Soeharto dan menerima resiko diberhentikan dari jabatannya sebagai Jampidsus oleh Jaksa Agung Andi M. Ghalib.
Sewaktu konperensi LAWASIA di Jakarta tahun 1973 saya mendapatkan kesempatan emas untuk berkenalan dan berinteraksi dengan petinggi-petinggi hukum Republik Indonesia dengan menjadi staf penyelenggara konperensi ibu Cecil S. Moeliono dan juga dengan pak Raffy Rasad. SH hakim tinggi waktu itu (waktu itu saya masih sebagai mahasiswa fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia), saya juga berkesempatan berinteraksi dengan ahli-ahli hukum se Asia Pasifik (Law Association for Asia and Pacific) yang mana kesemuanya menjadi bekal saya berkiprah di dunia hukum. Dengan motivasi agar dapat mengembangkan pengetahuan hukum pidana yang tengah saya pelajari di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, maka bulan Desember tahun 1975 saya mendaftarkan diri di Direktorat Jenderal Imigrasi Jalan Cikini Raya 93 Jakarta dan mengikuti pendidikan Tehnis Keimigrasian Angkatan Pertama dan selanjutnya saya mengikuti pendidikan tehnis maupun non tehnis / penjenjangan selama 30 tahun 7 bulan di Ditjen Imigrasi termasuk antara lain Pendidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Angkatan Pertama tahun 1983 di Seskopol Ciputat dan pendidikan Intelijendi Cilendek Bogor tahun 1996.
Hasil pendidikan saya di SMA Gabungan Jayapura Irian Jaya/Papua, pendidikan akhlak dari ayah saya dan bekal pendidikan selama menjadi Pejabat Imigrasi, pengalaman berinteraksi dengan rekan-rekan dari Kepolisian, Kejaksaan, BIN, BAIS, Depnaker, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, teman-teman dari Lembaga Pemasyarakatan, Perpajakan, dari Direktorat Kesatuan Bangsa Departemen Dalam Negeri, rekan-rekan dari Departemen Luar Negerisewaktu bertugas di 9 tempat penugasan di Nusantara dan satu tempat di Negara tetangga Filipina selama 30 tahun 7 bulan, telah memberikan bukti bahwa karakter saya tetap jujur dan bersih sampai sekarang ini.
Surat-surat Penghargaan dari teman-teman pemerintah kota Davao Filipina dan Surat Akreditasi untuk penempatan sebagai atase Imigrasi di KonsulatJenderal Republik Indonesia di Davao City Filipina dan Satyalancana Karyasatya 20 tahun dan 30 tahun dari dua orang Jenderal TNI AD yang menjadi Presiden Republik Indonesia dapat menjadi referensi loyalitas dan kejujuran serta terutama "Kebersihan" dari urusan suap menyuap. Karakter yang jujur dan bersih dari suap menyuap yang saya peroleh dari ayah saya mengalami ujian berat yaitu pada waktu saya menjadi "Non job / Non jabatan" bulan Agustus 1999 sampai dengan bulan Agustus 2002.
Hal itu terjadi karena saya melaporkan terjadinya korupsi di KJRI Davao kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara di Manado yaitu Bpk. I Putu Sutedja SH. Laporan saya ternyata di Deponir oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jaya waktu itu dan saya dengar bahwa Menteri Kehakiman Prof. DR. Muladi sampai merasa "Kebakaran jenggot" akibat pelaporan saya tersebut.
Orang-orang yang menjadi teladan saya selain ayah kandung saya dan Bpk. Antonius Sujata SH adalah pendeta Gunarto, dosen / pengajar Filsafat Islamologi dari Sekolah Tinggi Theologia "Abdiel" di Ungaran Jawa Tengah yang saya teladani karakternya yaitu kjesederhanaan dan kejujuran dan terutama keberaniannya menegakkan kebenaran. Saya berinteraksi dengan pendeta Gunarto sewaktu penugasan di Semarang tahun 1993-1997, Pdt. Gunarto pernah menjadi Ketua Himpunan Pengusaha Korea SElatan ndi Semarang dan tidak menerima honor apapun selama menjadi ketua.
Bersambung ......